Agen AI dan Manusia Kolaborasi Bukan Penggantian Penuh

(Source: IBM)

Agen-agen ini kini berperan penting dalam mengotomatiskan berbagai tugas, mulai dari pembuatan basis data hingga peningkatan alur kerja di berbagai departemen. Namun, di balik janji produktivitas yang luar biasa, muncul pertanyaan krusial yaitu mengapa agen AI sangat membutuhkan data dan, yang tak kalah penting, campur tangan manusia?

Meskipun demikian, penerapan agen AI masih menghadapi banyak tantangan. Tim Richer, Direktur Pemasaran Produk, Data dan AI di IBM, menjelaskan bahwa perusahaan membangun agen untuk meningkatkan produktivitas dan menyempurnakan alur kerja di berbagai domain bisnis, mulai dari fungsi internal, penjualan, pemasaran, hingga SDM. Namun, untuk membangun agen yang efektif, dibutuhkan data yang terpercaya.

“Tren ini berpusat pada kecerdasan buatan generatif (gen AI), dan kini kita semua sedang memikirkan cara memanfaatkan kekuatan agen-agen tersebut dengan melibatkan manusia dalam prosesnya, lalu menuju pengembangan agen-agen yang sepenuhnya otonom,” kata Stephanie Valarezo, Direktur Program IBM Data & AI, dalam wawancara dengan IBM Think.

Databricks telah mengambil langkah untuk mengatasi tantangan ini dengan meluncurkan Agent Bricks. Produk ini memungkinkan bisnis menghasilkan agen AI berkinerja tinggi yang didukung oleh data perusahaan. Agent Bricks juga berfungsi mengevaluasi efisiensi dan akurasi kerja agen, membantu perusahaan memastikan investasi AI mereka memberikan hasil optimal dan dapat diandalkan. Sementara itu, IBM menawarkan solusinya melalui watsonx.data dan watsonx Orchestrate.

Ali Ghodsi, CEO Databricks juga menegaskan bahwa meskipun industri sangat fokus pada kecerdasan super buatan, pelanggan lebih tertarik pada aplikasi sehari-hari, seperti membantu HR, “Industri ini sangat fokus pada kecerdasan buatan super Tapi itu bukan yang diinginkan oleh basis pelanggan kami.” 

Penting juga untuk diingat bahwa adopsi agen AI di perusahaan membutuhkan model dan agen yang tepercaya, serta tidak rentan terhadap aktor jahat. Richer menyoroti bahwa industri secara keseluruhan sedang berupaya memahami keamanan siber, keamanan data, dan risiko AI. IBM, khususnya, berfokus pada kepercayaan, tata kelola, dan keamanan yang diperlukan untuk meningkatkan skala teknologi inovatif ini.

Salah satu diskusi terpenting dalam ruang AI agentik berkaitan dengan peran manusia dalam dunia yang semakin didominasi agen AI. Sebuah studi terbaru oleh IBM Institute for Business Value (IBV) menunjukkan gambaran di mana manusia dan agen bekerja secara beriringan: 84% CEO yang disurvei percaya bahwa agen AI akan berkolaborasi dan mentransfer pengetahuan dengan manusia.

Meskipun pekerjaan mungkin menjadi lebih mudah karena manusia dapat mengakses informasi lebih cepat, Ghodsi meragukan bahwa perusahaan akan dapat sepenuhnya menghilangkan keterlibatan manusia dalam waktu dekat. Ia menggarisbawahi betapa sulitnya mengotomatiskan tugas secara menyeluruh, dan dalam masyarakat, kita tetap ingin ada yang bertanggung jawab ketika AI membuat kesalahan. Ini menegaskan bahwa, pada akhirnya, manusia akan tetap menjadi bagian integral dari persamaan AI.