Gartner mengungkap empat tren utama manajemen talenta 2026 yaitu penurunan tenaga kerja yunior, perekrutan internal, tantangan produktivitas, dan AI dalam manajemen kinerja.
Integrasi AI yang terus berlanjut, ditambah dengan kondisi ekonomi yang rapuh, mendorong para Chief Human Resources Officer (CHRO) untuk meninjau kembali strategi talenta mereka menuju 2026. Tidak hanya departemen IT yang pusing, pasar tenaga kerja yang tidak menentu, revolusi AI, dan perubahan cepat dalam kebutuhan keahlian, membuat pemimpin HR harus cepat beradaptasi agar strategi mereka tetap relevan dan mendorong pertumbuhan.
Menurut Gartner, terdapat empat tren utama yang akan membentuk arah manajemen talenta di tahun 2026.
Empat Tren Sumber Daya Manusia di Tahun 2026
1. Penurunan Tenaga Kerja Yunior dan Tekanan Baru bagi HR
Survei Gartner pada kuartal kedua 2025 terhadap 919 karyawan berusia 22–27 tahun menunjukkan bahwa tenaga kerja Gen Z kini lebih menghargai mobilitas dibandingkan keamanan kerja. Di saat yang sama, AI mulai menggantikan pekerjaan yang tidak strategis, sehingga perekrutan untuk posisi yunior menurun dan organisasi semakin bergantung pada talenta tingkat menengah.
2. Sepertiga Kapasitas Perekrutan HR Akan Digerakkan ke Internal
Fokus baru untuk menutup kesenjangan keahlian dan meningkatkan keterlibatan karyawan telah mendorong organisasi berinvestasi dalam mobilitas internal. Namun, meski investasi meningkat, tingkat mobilitas internal masih stagnan. HR harus memastikan data keahlian karyawan selalu diperbarui agar dapat menentukan posisi terbaik bagi mereka di dalam struktur yang terus berubah. Tim perekrutan juga perlu diberdayakan untuk lebih proaktif dalam menempatkan karyawan berkeahlian penting ke posisi strategis internal.
3. Menjadi Hambatan Produktivitas
Istilah regrettable retention situasi di mana organisasi mempertahankan karyawan yang produktivitasnya rendah akan menjadi tantangan besar bagi efisiensi tenaga kerja. Sekitar seperempat karyawan diketahui memiliki produktivitas setidaknya 20% lebih rendah dari rata-rata.
4. Manajemen Kinerja Menjadi Kurang (dan Lebih) Manusiawi
Banyak manajer kini mulai memanfaatkan AI untuk mendukung proses manajemen kinerja. Namun, sebagian besar memiliki pengetahuan dan kehalian mengenai cara penggunaan AI yang tepat. Pemimpin HR perlu menyediakan tool AI yang disetujui disertai pelatihan etika tentang cara mengurangi bias serta membedakan praktik penggunaan AI yang baik dan yang tidak sesuai.
“Menghadapi kondisi pasar yang tidak pasti saat ini, ditambah dengan revolusi kecerdasan buatan (AI), dan permintaan akan keterampilan yang terus berkembang dengan cepat, para pemimpin HR harus beradaptasi untuk memastikan strategi talenta mereka efektif dan mendorong pertumbuhan,” kata Tony Guadagni, Director, Research, Gartner HR practice.
Untuk menavigasi keempat tren ini, organisasi perlu melakukan transformasi menyeluruh dalam strategi talenta mereka. HR harus mendesain ulang jalur karier bagi talenta muda agar lebih adaptif terhadap perubahan, memperkuat mobilitas internal untuk menutup kesenjangan keahlian, dan mengatasi dampak regrettable retention terhadap produktivitas. Pada saat yang sama, penggunaan AI dalam manajemen kinerja harus dijalankan secara etis, transparan, dan berfokus pada pengembangan manusia.








