Dalam waktu kurang dari satu detik, otak manusia memutuskan apakah suatu informasi patut mendapat perhatian. Jauh sebelum Anda menyadarinya, konten visual sudah memicu ingatan. Sebaliknya, untuk konten biasa, otak memerlukan tiga detik penuh untuk mengumpulkan minat. Temuan ini didapatkan saat Canva membuat 2025 State of Visual Communication Report. Laporan ini menggunakan teknologi Steady State Topography (SST) untuk melacak aktivitas listrik otak saat orang melihat konten bisnis.
Hasil penelitian ini menantang banyak asumsi lama mengenai komunikasi visual. Ternyata, keunggulan desain bukan masalah selera atau tren, melainkan masalah keterkaitan saraf. Konten yang kreatif mulai membentuk memori di otak dalam waktu 0,9 detik, sementara konten yang membosankan memakan waktu hampir tiga kali lebih lama, yaitu 2,9 detik.
Desain Kreatif pada Kecepatan Pemrosesan
Perbedaan ini bukan hanya tentang seberapa menyenangkan sebuah desain, tetapi juga seberapa efektif di tingkat bawah sadar. Fungsinya adalah memicu pengkodean memori 74% lebih cepat dibandingkan konten yang membosankan. Hal ini terjadi karena korteks visual yang bertanggung jawab memproses gambar dapat menafsirkan informasi ribuan kali lebih cepat daripada wilayah otak yang bertanggung jawab untuk bahasa.
Ketika informasi disajikan secara visual, banyak wilayah otak menyala sekaligus. Proses ini menciptakan apa yang oleh ilmuwan saraf disebut kemudahan kognitif dimana otak menggunakan lebih sedikit energi untuk memahami, menyimpan, dan mengambil informasi. Ini berarti ada keunggulan retensi masif bagi materi yang menggunakan visual karena otak menghemat waktu dan energi dalam memprosesnya.
Namun, kecepatan saja bukan keseluruhan cerita. Yang menentukan apakah informasi itu akan melekat adalah emosi. Otak memprioritaskan informasi yang membuatnya merasakan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa presentasi kreatif memicu intensitas emosional 21% lebih besar daripada presentasi yang dirancang buruk, sementara dokumen kreatif menghasilkan peningkatan 26%.
Peran Emosi sebagai Mesin Perhatian
Emosi berfungsi sebagai jalan pintas otak untuk memutuskan apa yang penting. Ketika intensitas emosional melonjak, informasi tersebut lebih mungkin untuk disimpan, dipanggil kembali, dan ditindaklanjuti di kemudian hari. Dengan demikian, emosi bukan pengganggu pemahaman, melainkan mekanisme yang memungkinkan pemahaman terjadi. Penelitian juga mengukur respons pendekatan apakah otak tertarik atau mengabaikan. Konten kreatif menghasilkan respons pendekatan 16% lebih tinggi dalam presentasi dan 9% lebih tinggi dalam dokumen. Reaksi ini terjadi dalam milidetik, jauh di bawah kesadaran.
Komunikasi yang sarat teks tanpa memperhitungkan desain akan melawan arsitektur saraf manusia. Organisasi yang mengutamakan desain dan mahir secara visual, dapat secara konsisten mengungguli perusahaan yang mengutamakan teks. Mereka mampu melakukan komunikasi yang lebih jelas, kohesi merek lebih kuat, dan diferensiasi lebih tajam. Komunikasi visual mempercepat pemahaman, mempercepat keputusan, dan mengurangi kesalahpahaman yang mahal.
Ironisnya, konten kreatif yang berkinerja terbaik dalam studi ini bukanlah yang menyilaukan mata atau rumit. Konten yang berhasil mengandalkan prinsip desain sederhana, seperti pengkodean warna yang konsisten, hierarki yang jelas, dan ruang kosong. Pilihan-pilihan kecil ini mendistribusikan informasi ke banyak saluran pemrosesan alih-alih memaksakan semuanya melalui hambatan teks. Bahkan jika 20% dari komunikasi sehari-hari beralih dari yang membosankan menjadi visual yang dipikirkan dengan matang, maka efek gabungan pada pemahaman dan retensi akan mengubah cara organisasi mentransfer pengetahuan.