Karyawan Digital Masuk Kantor, Lalu Di Mana Posisi Manusia?

Terdapat anggapan bahwa para CEO belum siap menghadapi revolusi Agentic AI, tapi penelitian baru dari International Data Corporation (IDC), yang ditugaskan oleh Salesforce dan diterbitkan dalam IDC InfoBrief, Voice of the CEO on Digital Labor, menyajikan pandangan yang berbeda. Pasar sedang berada pada titik penting di mana kemampuan AI agent untuk bertindak, beradaptasi, dan berorkestrasi di seluruh alur kerja menciptakan peluang untuk aliran pendapatan, model bisnis, dan pasar baru.

Hasil studi yang melibatkan lebih dari 150 CEO di Amerika Serikat dan Kanada ini menemukan bahwa 99% CEO merasa siap untuk mengintegrasikan karyawan digital ke dalam bisnis mereka. Mayoritas, tepatnya 65%, bahkan melihat AI agent sebagai alat untuk mentransformasi model bisnis mereka secara keseluruhan. Para eksekutif puncak ini memahami bahwa digital labor akan memiliki dampak yang jauh lebih besar pada bisnis mereka dibandingkan dengan internet dan cloud computing.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa CEO tidak hanya siap menghadapi revolusi kecerdasan buatan (AI) yang bersifat agen, tetapi juga melihatnya sebagai faktor kritis untuk pertumbuhan bisnis. CEO memahami bahwa AI agent merupakan peluang strategis dan sedang mencari cara untuk memanfaatkan AI agent guna membuka sumber pendapatan baru dan mendefinisikan ulang cara tim mereka bekerja,” kata Alan Webber, Program Vice President, National Security, Defense and Intelligence di IDC.

Pertumbuhan Agentic AI 

Para CEO memandang AI agent sebagai peluang untuk mengalihkan tenaga kerja mereka dari tugas-tugas administratif yang manual ke area pertumbuhan. 67% CEO percaya bahwa mengimplementasikan agent sangat penting bagi organisasi mereka untuk bersaing dalam iklim ekonomi saat ini, dan 73% setuju bahwa karyawan digital akan mengubah struktur perusahaan mereka.

Fungsi utama dari adopsi AI agent ini adalah untuk mendorong pertumbuhan. Para CEO yang paling siap memprediksi bahwa hasil utama dari karyawan digital adalah peningkatan pendapatan, diikuti oleh peningkatan kepuasan pelanggan, dan memungkinkan pekerja mereka menyelesaikan lebih banyak pekerjaan. Data menunjukkan perbedaan pandangan yaitu CEO yang paling siap berfokus pada pertumbuhan cenderung melihat pemasaran dan operasi sebagai area yang sangat terpengaruh oleh karyawan digital, sedangkan CEO yang kurang siap masih lebih mungkin menyebutkan penurunan biaya operasional sebagai hasil utama menunjukkan fokus pada penghematan biaya, bukan inovasi.

Studi IDC juga menolak narasi lama tentang hilangnya pekerjaan karena AI. Mayoritas CEO mengantisipasi masa depan pekerjaan yang melibatkan kolaborasi antara manusia dan agent, di mana empat dari lima karyawan akan tetap dalam peran mereka saat ini atau dipindahtugaskan ke peran baru. Hal ini didukung fakta bahwa 66% CEO yang sepenuhnya siap percaya karyawan digital akan memacu tim dan departemen baru, dan 57% mengantisipasi peningkatan kebutuhan akan orang dalam peran kepemimpinan. Kemitraan antara manusia dan agent akan terjalin erat. Sebanyak 72% CEO memprediksi bahwa dalam lima tahun ke depan, mereka dan karyawan mereka akan memiliki agent AI yang melapor kepada mereka.

Penting untuk dicatat bahwa CEO yang siap juga lebih mengutamakan tata kelola. Mereka dua kali lebih banyak berinvestasi pada etika, tata kelola, dan batasan sebagai faktor keberhasilan utama untuk Agentic AI dibandingkan dengan mereka yang kurang siap. Ini menandakan pemahaman bahwa inovasi harus didukung oleh fondasi kepercayaan dan regulasi yang kuat.