Menjelang 2030 dunia IT akan berubah total. Riset Gartner menunjukkan seluruh pekerjaan IT akan melibatkan AI. Artikel ini mengulas bagaimana organisasi harus menyelaraskan kesiapan teknologi AI dan kesiapan manusia untuk meraih nilai jangka panjang.
Riset Gartner memprediksi bahwa pada tahun 2030 tidak ada lagi pekerjaan IT yang dilakukan sepenuhnya oleh manusia tanpa bantuan AI. Sebanyak 75 persen pekerjaan akan dilakukan manusia yang ditingkatkan oleh AI, sementara 25 persen akan dikelola sepenuhnya oleh AI.
Ini merupakan era baru di mana manusia dan AI bekerja berdampingan, sementara CIO menjadi pengarah strategi yang memastikan keduanya berjalan selaras.
Walaupun kemampuan AI untuk memberikan nilai sudah berkembang pesat, kesiapan manusia untuk menangkap nilai itu justru masih tertinggal. Organisasi saat ini berada di titik di mana AI memiliki tingkat kesiapan moderat hingga tinggi, namun kesiapan manusia masih rendah. Untuk meneruskan perjalanan dari titik ini, perusahaan harus memikirkan kembali strategi sumber daya manusia, struktur kerja, dan alokasi peran.
Gartner mendorong organisasi untuk melakukan transformasi tenaga kerja dengan cara menahan perekrutan untuk pekerjaan berkompleksitas rendah, dan mengalihkan talenta ke area bisnis yang dapat menghasilkan pendapatan baru. Dampaknya tidak hanya pada efisiensi, tetapi juga pada kualitas pekerjaan manusia yang kini harus mampu bekerja bersama AI yang secara fundamental berbeda.
Seiring meningkatnya peran AI, beberapa keterampilan seperti meringkas, mencari informasi, dan menerjemahkan akan menurun relevansinya. Sebaliknya, kemampuan manusia yang berfokus pada peningkatan kualitas diri seperti menjadi pemikir yang lebih baik, komunikator yang lebih efektif, dan motivator yang lebih kuat justru akan menjadi lebih penting. Walau bekerja berdampingan dengan AI, karyawan masih perlu diuji secara berkala untuk memastikan keterampilan inti tidak hilang akibat ketergantungan berlebihan pada AI.
Mengukur Nilai AI
Untuk menemukan dan mempertahankan nilai AI, Gartner menekankan bahwa organisasi harus menilai kesiapan AI dari tiga dimensi utama:
- Aspek biaya, survei di kawasan EMEA menunjukkan bahwa 73 persen CIO melaporkan investasi AI mereka hanya impas atau bahkan merugi. Untuk setiap alat AI yang dibeli, organisasi harus memperhitungkan sepuluh biaya tersembunyi, ditambah biaya transisi seperti pelatihan dan manajemen perubahan. Karena itu, analisis biaya secara mendalam sangat diperlukan agar perusahaan dapat menentukan biaya mana yang layak dibiayai dan mana yang belum memberikan nilai.
- Aspek kapabilitas teknis, tidak semua teknologi AI siap digunakan. Beberapa kemampuan seperti pencarian, pembuatan konten dan kode, serta peringkasan sudah matang. Namun, kemampuan seperti akurasi AI dan AI agent otonom masih belum mencapai kesiapan penuh. Gartner menyarankan organisasi untuk mulai bergeser dari agent percakapan menuju agent pembuat keputusan, dan yang lebih penting, berinvestasi pada AI agent yang keahliannya sesuai domain kebutuhan organisasi.
- Aspek vendor, pemilihan penyedia teknologi AI harus disesuaikan dengan jenis implementasi. Jika organisasi merencanakan implementasi AI skala besar, hyperscalers menawarkan infrastruktur dengan skala dan keandalan tinggi. Untuk kasus penggunaan yang sangat spesifik dalam suatu industri, start-up dapat menyediakan agen AI dengan keahlian domain mendalam yang memberikan hasil cepat. Sementara itu, perusahaan riset dan pengembangan AI dapat memberikan akses pada teknologi paling mutakhir, namun belum tentu memiliki skala besar untuk kebutuhan enterprise penuh.









