
Demo yang dilakukan oleh para pengemudi ojek online terkait dengan tarif menjadi sorotan publik. Tuntutan akan kenaikan tarif dan perbaikan sistem menjadi isu sentral dalam aksi tersebut. Hal ini diikuti dengan aksi mogok kerja pengemudi ojek online yang dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2024.
Meskipun terdapat sejumlah perusahaan ojek online yang beroperasi di Indonesia, permasalahan yang dihadapi oleh para mitra pengemudi seringkali serupa. Sistem tarif yang fleksibel dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jarak, waktu, dan permintaan pasar membuat pendapatan mitra pengemudi menjadi tidak stabil.
Potongan komisi yang diambil oleh perusahaan dari setiap order seringkali dikeluhkan oleh para mitra pengemudi. Kurangnya transparansi mengenai perhitungan tarif dan pembagian pendapatan membuat mitra pengemudi merasa dirugikan.
Di sisi lain, perusahaan ojek online juga harus melakukan pengembangan aplikasi, infrastruktur, dan operasional membutuhkan investasi yang sangat besar. Persaingan yang ketat dari perusahaan sejenis membuat perusahaan ojek online harus terus berinovasi dan memberikan layanan terbaik kepada pelanggan.
Dalam hal ini, pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas dan tegas terkait dengan tarif, pembagian pendapatan, dan perlindungan bagi mitra pengemudi. Perusahaan ojek online juga dapat mengembangkan model bisnis yang berkelanjutan, misalnya dengan memberikan insentif bagi mitra pengemudi yang memiliki kinerja baik disertai algoritma yang mendukung.
Apa pun ujung dari aksi yang digelar mitra pengemudi, seharusnya semua pihak bisa mendapatkan keuntungan. Pengemudi ojek online masih bisa mengandalkan nyamannya aplikasi untuk mendapatkan order. Perusahaan bisa mencatatkan penghasilan positif di buku kinerja. Serta tidak ketinggalan, pelanggannya mendapatkan layanan lebih baik.


