Di tengah pertumbuhan layanan telekomunikasi global yang stagnan di bawah 2% per tahun, operator beralih ke AI untuk meningkatkan margin, efisiensi operasional, dan monetisasi 5G.
Apakah masa kejayaan layanan telekomunikasi dan televisi berbayar sudah mulai redup? Atau ini hanya batu sandungan kecil bagi mereka?
Menurut IDC, total belanja layanan telekomunikasi dan TV berbayar di seluruh dunia tahun 2025 cuma naik 1,7 persen, atau sekitar US$1,53 triliun. Pertumbuhan di bawah dua persen ini membuat operator harus mencari cara baru selain menaikkan harga kuota Internet, demi menenangkan para pemegang saham.
IDC bahkan memperkirakan konektivitas global cuma bakal tumbuh rata-rata 1,5 persen per tahun. Karena dunia sedang sibuk dengan proteksionisme, gonjang-ganjing ekonomi, dan iklim politik yang kurang bersahabat.
Tiongkok, Jepang, dan Indonesia sedang berpikir keras bagaimana menghadapi ekonomi yang tidak bergairah. Sementara India beda sendiri, karena negara ini mengalami kenaikan ARPU seluler yang bikin operator di sana tersenyum lebar.
Di wilayah Eropa, Timur Tengah dan Afrika, pertumbuhan nominal tampak tinggi, tapi sebagian besar karena inflasi. Sedangkan pasar Amerika tidak banyak berubah.
Melihat semua itu, operator telekomunikasi berstrategi, kalau pendapatan tidak bisa naik banyak, maka marjin yang harus dipegang erat-erat. Layanan seluler masih jadi primadona, tapi bukannya tanpa konflik.
Pendapatan dari suara dan pesan SMS sudah tinggal kenangan. Layanan data masih menyandang status sehat karena pelanggan perlu untuk terkoneksi ke Internet setiap saat. Sedangkan segmen televisi berbayar mengalami tekanan keras dari penyedia hiburan streaming, seperti YouTube dan Netflix.
Di tengah kekacauan ini, muncullah sang pahlawan baru: Kecerdasan Buatan. AI ini akan menyelamatkan EBITDA, dalam bayangan mereka.
AI menjadi karyawan digital yang dikerahkan ke semua departemen. Di jaringan, dia jadi teknisi yang tahu kapan kabel bakal rusak sebelum tukang pemeliharaan sadar ada masalah. Di layanan pelanggan, dia tidak pernah bosan menjawab keluhan pelanggan yang kecepatan Internetnya menurun. Di bagian keuangan, dia jadi detektif yang bisa mencium penipuan lebih cepat dari anjing pelacak.
Beberapa vendor teknologi besar seperti IBM juga ikut masuk panggung, membantu operator memakai AI agar lebih efisien dan lebih cerdas. Dengan sistem otomatis dan analitik pelanggan yang makin pintar, operator bisa menjual paket yang lebih cocok untuk setiap tipe pengguna, dari gamer yang haus bandwidth sampai mereka yang cuma pakai kuota buat bertukar pesan WhatsApp.
Tak hanya itu, AI juga mempercepat time-to-market layanan baru, atau dengan kata lain memperpendek waktu antara ide absurd dengan produk yang siap ditawarkan ke pelanggan. Hendak menjual layanan 5G, edge computing, atau paket internet yang bisa membaca pikiran pelanggan? Tinggal minta tolong AI menghitung risikonya dulu.
“Dinamika regional tetap campur aduk, dengan efek inflasi, persaingan, dan tren pendapatan rata-rata per pengguna memainkan peran sentral dalam membentuk arah pasar,” kata Kresimir Alic, research director, Worldwide Telecom Services at IDC.









