Penelitian dari MIT: AI Buat Manusia Lemot

(Source: IBM)

Penyebaran alat kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT di berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan hingga pekerjaan, telah memunculkan pertanyaan tentang dampaknya pada kognisi manusia. Sebuah studi baru dari MIT Media Lab memberikan petunjuk awal yang penting yaitu mahasiswa yang menggunakan ChatGPT untuk menulis esai menunjukkan aktivitas otak yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang bekerja tanpa bantuan AI. Meskipun temuan ini tidak membuktikan bahwa AI membuat orang menjadi kurang cerdas, penelitian ini menimbulkan pertanyaan penting tentang bagaimana waktu, pengulangan, dan penggunaan berlebihan dapat mengurangi upaya kognitif kita.

Tujuan Penelitian MIT

Dipimpin oleh Nataliya Kosmyna, tim peneliti merekrut 54 mahasiswa di area Boston dan memasangkan mereka dengan topi electroencephalography (EEG). Alat ini berfungsi untuk mengukur aktivitas listrik otak secara real-time saat peserta menulis esai pendek. Mereka menggunakan salah satu dari tiga alat yaitu ChatGPT, mesin pencari Google yang disederhanakan, atau tanpa alat sama sekali. Tujuan penelitian ini bukanlah untuk menguji pengetahuan atau menilai kualitas esai, melainkan untuk mengukur konektivitas saraf, yaitu tingkat komunikasi antar berbagai bagian otak selama suatu tugas.

Hasil Studi MIT

Hasil yang didapat sangat mencolok. Ketika mahasiswa menggunakan ChatGPT, otak mereka menunjukkan konektivitas yang lebih rendah di area-area kunci yang terkait dengan pemikiran aktif dan memori. Sebaliknya, saat bekerja tanpa alat apa pun, hanya mengandalkan pengetahuan mereka, otak mereka menunjukkan lebih banyak komunikasi antar wilayah. Sebuah eksperimen tambahan di sesi terakhir semakin menarik yaitu mahasiswa yang sebelumnya menggunakan ChatGPT dan kemudian diminta menulis tanpa AI, menunjukkan keterlibatan saraf yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang memulai tanpa alat dan baru kemudian menggunakan AI. Perbedaan ini mengisyaratkan bahwa terlalu dini mengandalkan AI dapat mengganggu proses kognitif yang seharusnya berkembang seiring waktu.

Studi mengenai Fenomena ini

Fenomena ini memperkuat penelitian sebelumnya tentang cognitive offloading, yaitu kecenderungan orang untuk menyimpan informasi dalam alat eksternal seperti smartphone atau sistem GPS. Sebuah studi tahun 2011, bertopikkan membongkar item dari memori: perbedaan individu dalam pembongkaran kognitif dalam tugas memori jangka pendek, menunjukkan bahwa orang cenderung lebih sedikit mengingat fakta ketika mereka tahu bahwa mereka dapat mengambil fakta tersebut nanti melalui mesin pencari. Dengan kata lain, ketika kita mempercayai sebuah alat untuk mengingat bagi kita, kita berhenti berusaha. Studi MIT menunjukkan dinamika serupa mungkin berlaku untuk menulis dan bernalar.

Penelitian ini juga menguji retensi memori dengan meminta mahasiswa untuk menulis ulang esai yang pernah mereka kerjakan sebelumnya dari ingatan. Kelompok yang memulai dengan AI lebih banyak kesulitan.

Nataliya Kosmyna, penulis utama studi ini, dalam sebuah wawancara dengan IBM Think, mengatakan,     “Kami belum tahu bagaimana keseimbangan yang tepat, tetapi ini adalah sinyal kuat bahwa kami perlu lebih memahami kapan dan bagaimana kami memperkenalkan alat ini.”

Selain itu, kelompok yang menggunakan AI tampak kurang memiliki kepemilikan atas tulisan mereka sendiri. Pertanyaan ini, tentang apa artinya belajar ketika sebuah alat melakukan sebagian besar pekerjaan berat, telah menjadi kekhawatiran yang berkembang terutama di kalangan pendidikan.

Meskipun studi ini berfokus pada mahasiswa, implikasinya jauh lebih luas. Di dunia di mana AI dengan cepat tertanam dalam alat produktivitas, mesin pencari, email, dan platform coding, menilai risiko ketergantungan berlebihan bukanlah lagi hipotesis semata.