Ekonomi digital ASEAN diproyeksikan menembus US$300 miliar GMV pada 2025. Kawasan ini memasuki era realitas AI berkat pertumbuhan video commerce, pergeseran strategi investor, dan lonjakan investasi AI.
Ekonomi digital Asia Tenggara terbukti tangguh dan melampaui prediksi. Laporan e-Conomy SEA 2025 dari Google, Temasek, dan Bain & Company menunjukkan bahwa Gross Merchandise Value (GMV) kawasan ini akan melampaui US$300 miliar pada 2025. Pencapaian ini 1,5 kali lebih besar dari proyeksi perdana satu dekade lalu.
Sejak 2016, total GMV melonjak 7,4 kali dan pendapatan tumbuh 11,2 kali. Kawasan ini kini bergerak dari fase hyper-growth menuju pertumbuhan berkelanjutan berbasis profitabilitas. Asia Tenggara bersiap memasuki fase berikutnya yaitu realitas AI.
Laporan e-Conomy
Asia Tenggara sudah berada dalam fase pertumbuhan yang lebih disiplin. Banyak sektor digital yang dulu agresif kini mulai memprioritaskan efisiensi, monetisasi, dan profitabilitas. Namun fondasi digital yang kuat tetap menjadi bahan bakar utama untuk tumbuh lebih cerdas, bukan hanya lebih cepat.
Berikut tiga sorotan utama dari laporan e-Conomy SEA 2025:
1. Bisnis Mempertahankan Momentum Melalui Inovasi dan Pertumbuhan yang Lebih Cerdas
Di berbagai sektor ekonomi digital, perusahaan kini berupaya mencapai profitabilitas yang berkelanjutan sambil terus mendorong pertumbuhan. Fungsi-fungsi penting dalam sektor ini telah dioptimalkan secara mendalam. Area video commerce telah mengubah e-commerce tradisional dengan melonjak lima kali lipat dalam tiga tahun. Sektor lain seperti platform pengiriman makanan mendekati titik impas dengan mengoptimalkan logistik dan menyederhanakan operasional. Sektor transportasi tumbuh melalui penawaran layanan berjenjang dan iklan dalam aplikasi. Sedangkan layanan keuangan digital telah meluas, dengan interoperabilitas QR kini bisa dinikmati di di delapan negara.
2. Minat Investor Bergeser dari Ekspansi Cepat ke Penciptaan Nilai Jangka Panjang
Investor kini lebih berhati-hati dan strategis, dengan fokus pada nilai jangka panjang. Pendanaan swasta telah pulih secara terarah, meningkat 15% dari tahun ke tahun menjadi sekitar US$8 miliar. Modal ini dialokasikan secara strategis untuk kesepakatan tahap akhir dan sektor layanan keuangan digital yang berkembang pesat. Optimisme investor dibangun di atas tiga fondasi utama, yaitu penilaian masuk yang lebih realistis, model monetisasi yang terbukti, dan jalur menuju profitabilitas yang lebih jelas. Fokus kini juga beralih ke jalur keluar yang andal, dengan tanda-tanda positif dari jalur IPO yang sehat di kawasan ini.
3. Asia Tenggara Menjadi Pusat Perhatian AI Global
Kawasan ini dengan cepat memposisikan dirinya di garis depan transformasi AI global. Keberadaan fondasi digital yang kuat menjadi landasan, sebab tiga dari lima orang kini berbelanja online dan lebih dari 60% dari semua pembayaran dilakukan secara digital. Fungsi AI terbukti nyata dengan tiga dari empat pengguna melaporkan bahwa alat bertenaga AI telah membantu mereka menemukan konten dan mempermudah tugas. Minat konsumen terhadap topik AI mencapai tiga kali lipat rata-rata global di kawasan ini. Investasi pun mengalir deras ke sektor ini. Lebih dari US$2,3 miliar telah diinvestasikan pada lebih dari 680 startup AI dalam satu tahun terakhir.
Akselerasi AI tidak mungkin terjadi tanpa infrastruktur yang memadai. Karena itu, investasi ke pusat data meningkat tajam. Lebih dari 4.600 MW kapasitas baru direncanakan, mendorong pertumbuhan kapasitas pusat data Asia Tenggara mencapai 180% lebih cepat dibanding proyeksi pertumbuhan 120% di wilayah Asia Pasifik lainnya. Dengan populasi digital yang masif, adopsi pembayaran digital yang tinggi, pipeline IPO yang membaik, serta lonjakan investasi AI, ASEAN berada pada titik penting dalam evolusi ekonominya.








