(Source: Freepik)
Berdasarkan data awal dari IDC Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker, pasar smartphone global mencatat pertumbuhan 1,5% menjadi 304,9 juta unit pada tahun 2025. Pertumbuhan ini sejalan dengan prediksi IDC, yaitu karena dipicu aksi produsen yang mempercepat produksi untuk mengantisipasi kenaikan tarif impor Amerika Serikat terhadap barang dari China.
IDC menyoroti bahwa produsen sengaja meningkatkan produksi lebih awal untuk menghindari potensi kenaikan biaya akibat tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Francisco Jeronimo, vice president, Client Devices, IDC menjelaskan, “Menghadapi ketidakpastian geopolitik yang meningkat dan ancaman kenaikan tarif oleh Amerika Serikat yang substansial atas barang-barang yang diimpor dari China, vendor secara strategis mempercepat jadwal produksi dan melakukan pengiriman lebih cepat dengan volume yang signifikan, terutama ke pasar Amerika Serikat yang penting.”
Di sisi lain, pemerintah Amerika Serikat memberikan penangguhan tarif impor smartphone dari China selama 90 hari. Hal ini memberi kelegaan sementara bagi perusahaan Amerika Serikat meski ketergantungan pada rantai pasok China masih tinggi.
Meski terdampak tarif, pasar smartphone AS justru tumbuh lebih dari 5% di tahun 2025. Anthony Scarsella, direktur riset Client Devices, IDC, mengatakan, “Pasar smartphone AS mengalami pertumbuhan lebih dari 5%, meskipun ada tantangan dari tarif dan perang dagang yang mempengaruhi pendapatan yang dapat dibelanjakan.”
Sementara di China, subsidi pemerintah untuk produk di bawah CNY6.000 (atau hampir 14 juta rupiah) sejak Januari 2025 turut mendongkrak penjualan vendor lokal seperti Xiaomi dan Vivo. Namun, Apple justru mengalami penurunan di China karena model Pro-nya tidak masuk dalam program subsidi.
Samsung kembali menjadi pemimpin pasar didukung kesuksesan seri premium Galaxy S25 dan Galaxy A36/A56 yang menghadirkan fitur AI dengan harga terjangkau. Apple mencatat rekor pengiriman tertinggi di tahun 2025 karena stok besar untuk antisipasi gangguan pasokan. Xiaomi dan Vivo mengandalkan subsidi China, sementara OPPO harus bersaing ketat di pasar internasional.