Gartner menyoroti peran strategis CHRO dalam mendesain ulang pekerjaan di era AI. Dengan fokus pada augmentasi, rekayasa ulang, dan penciptaan cara kerja baru, CHRO menjadi arsitek perubahan yang memastikan AI memberikan nilai bisnis nyata sambil menjaga keseimbangan antara efisiensi dan pengembangan talenta.
Untuk menangkap nilai nyata dari AI, Chief Human Resources Officer (CHRO) harus membantu organisasi mereka mengembangkan cara kerja itu sendiri, bukan sekadar mengelola tenaga kerja. Survei Gartner pada bulan Juli 2025 terhadap 1.973 manajer menunjukkan bahwa unit bisnis yang mendesain ulang bagaimana pekerjaan dilakukan, alih-alih sekadar menerapkan AI dan mendorong karyawan menggunakannya, memiliki kemungkinan dua kali lipat untuk melampaui target pendapatan.
Menurut Harsh Kundulli, Vice President Analyst di Gartner HR Practice, “Organisasi beerharap AI akan memabntu mencapai pertumbuhan dengan biaya serendah mungkin, namun hanya satu dari lima inisiatif AI yang mencapai ROI terukur, dan hanya satu dari 50 yang memberikan nilai yang benar-benar revolusioner.”
Sementara itu, Katie Sutherland, Director Advisory di Gartner HR Practice, menambahkan bahwa HR memiliki posisi unik untuk bekerja sama dengan tim IT dan pimpinan bisnis agar investasi AI benar-benar menghasilkan dampak bisnis. CHRO dapat membantu karyawan memahami bagaimana mendapatkan nilai dari AI, mengantisipasi implikasi talenta dari rekayasa ulang pekerjaan, dan memastikan organisasi memiliki keterampilan untuk menciptakan cara kerja baru.
Gartner mengidentifikasi tiga pendekatan utama perubahan kerja di era AI:
- Augmentasi: AI digunakan untuk mempercepat dan meningkatkan akurasi pekerjaan yang sudah ada.
- Rekayasa Ulang: Mendesain ulang alur kerja dan fungsi agar lebih efisien dengan AI.
- Penciptaan Cara Kerja Baru: Membangun cara kerja berbasis AI yang meningkatkan skala dan mendisrupsi pasar.
Dari 3.029 karyawanyang disurvei Gartner pada bulan Juli 2025 menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar sudah menggunakan AI, hanya 3% yang menjadi “AI superstars”, yaitu mereka yang secara konsisten mendapatkan nilai darinya. Namun, dengan panduan peran yang jelas dari HR, 15% karyawan dapat bertransformasi menjadi AI superstars. Ini menegaskan bahwa peran HR bukan sekadar fasilitator teknologi, tetapi pemandu yang membantu karyawan menemukan potensi tertinggi dalam pekerjaannya.
Menciptakan Masa Depan Pekerjaan
Fokus utama berikutnya adalah rekayasa ulang pekerjaan. Banyak organisasi melakukannya secara terpisah tanpa strategi lintas perusahaan atau keterlibatan langsung HR. Desain ulang yang tidak terkoordinasi dapat menimbulkan efek jangka panjang seperti hilangnya peran tingkat pemula yang mengganggu alur regenerasi talenta.
Di sinilah CHRO berperan penting dalam membantu pimpinan merencanakan bagaimana pekerjaan akan berubah seiring AI mengambil alih sebagian tugas. Peran mereka termasuk menetapkan prinsip panduan desain ulang, dan mengidentifikasi proyek-proyek prioritas di tiap fungsi bisnis.
Pada tahap penciptaan cara kerja baru, agentic AI menjadi katalis perubahan besar terhadap siapa yang melakukan pekerjaan dan bagaimana pekerjaan itu diselesaikan. Gartner memprediksi bahwa pada tahun 2028, setidaknya 15% keputusan kerja harian akan dibuat secara otonom oleh agentic AI. Meski demikian, bahkan jika kesiapan manusia dan AI tinggi, Gartner memperkirakan kurang dari 1% pekerjaan di Amerika Serikat akan hilang akibat AI hingga 2028.
CHRO harus bekerja sama dengan rekan di C-suite untuk menyesuaikan ekspektasi terhadap kematangan AI, serta menentukan kapan AI siap mengambil peran yang lebih besar dalam pekerjaan. Dalam waktu bersamaan, HR perlu menciptakan jalur transisi yang jelas agar lebih banyak karyawan dapat beralih ke area pertumbuhan baru yang didorong oleh AI.







