Fenomena 5-to-9 Influencer menunjukkan bagaimana kerja sampingan berbasis AI dan platform kreatif seperti Canva mengubah cara orang membangun karier dan identitas profesional.
Tahun ini ditandai oleh ketidakpastian ekonomi, pasar kerja yang ketat, dan perubahan teknologi yang cepat. Di tengah situasi tersebut, semakin banyak profesional memilih untuk mengambil alih kendali atas perjalanan karier mereka sendiri. Keinginan untuk fleksibilitas dan makna membuat konsep karier linear “meniti tangga” dari satu level ke level berikutnya terasa sudah bukan zamannya lagi.
Side hustle atau pekerjaan sampingan kini berfungsi sebagai akselerator karier, yaitu dengan membantu profesional tampil lebih menonjol, memperluas jejaring, dan bahkan mendorong promosi di pekerjaan utama. Pergeseran ini memunculkan skena baru bernama 5-to-9 Influencers, yaitu para profesional yang mengubah aktivitas setelah jam kerja menjadi aset karier yang berharga.
Riset terbaru menunjukkan hampir separuh profesional di Amerika Serikat menjadikan proyek berbasis passion sebagai sumber pendapatan. Sebanyak 44 persen responden sudah menghasilkan uang dari kerja sampingan mereka. Tren ini tidak hanya muncul di kalangan Gen Z, bahkan lintas generasi.
Masing-masing dari tiap generasi yang memperoleh pendapatan pasif dari kerja sampingan: Genz 48%, milenial 40%, gen X dan baby boomer 45%.
Kreativitas kini berpadu dengan teknologi. Para 5-to-9 Influencer menggabungkan media sosial, AI, dan kreativitas di luar jam kerja untuk membangun komunitas online, mengembangkan karier, dan merancang jalan profesional sesuai nilai dan identitas mereka.
Dari temuan survei, jenis kerja sampingan yang paling populer adalah:
- Kreator konten media sosial 35%
- E-commerce 27%
- Gaming dan streaming 24%
- Desain grafis 14%
Peran AI dan Platform Kreatif
Teknologi AI mengubah cara orang membangun kerja sampingan. Sebanyak 80 persen responden mengaku sudah menggunakan AI untuk mendukung pekerjaan sampingan mereka, dan 74 persen menyebut AI sebagai senjata rahasia pertumbuhan.
ChatGPT dan Canva menjadi dua alat yang paling sering digunakan, antara lain untuk:
- Membuat dan mengedit video
- Merancang logo dan identitas merek
- Membangun dan menskalakan konten bermerek
- Menganalisis data dan insight audiens
- Menulis dan mengoptimalkan copywriting
Motivasi di balik kerja sampiangan juga bergerak melampaui sekadar uang. Banyak orang mengejar kendali kreatif, pertumbuhan karier, dan identitas diri yang lebih kuat di luar pekerjaan utama 9-to-5 mereka. Dari hasil survei:
- 55 persen menjadikan pendapatan tambahan sebagai motivator utama
- 36 persen terdorong oleh ekspresi kreatif
- 32 persen termotivasi untuk mengubah passion menjadi bisnis
- 28 persen menjadikan pertumbuhan pribadi di bidang yang mereka minati sebagai pendorong terbesar
Perubahan pola pikir ini paling kuat terlihat di generasi muda. Gen Z adalah kelompok yang paling tidak semata-mata dimotivasi uang, dengan hanya 43 persen yang menyebut pendapatan tambahan sebagai motivator utama, dibandingkan 61 persen Milenial dan 63 persen Gen X serta Baby Boomer.
Bagi banyak orang, kerja sampingan kini bukan lagi sekadar “kerja kedua”, melainkan tindakan kepemilikan identitas, dengan mereka membangun bisnis dan merek yang mencerminkan siapa mereka, bukan hanya apa yang tertulis di jabatan pekerjaan.
Dampak kerja sampingan terhadap karier juga nyata. Dari sisi hasil profesional, responden melaporkan bahwa kerja sampingan membantu mereka untuk:
- Mendapatkan klien atau pelanggan baru 33 persen
- Membangun reputasi profesional atau personal brand 29 persen
- Memperluas jejaring profesional 28 persen
- Terinspirasi untuk memulai perusahaan sendiri 22 persen
- Mendapat peluang konsultasi atau freelance 17 persen
- Beralih menjadi kreator penuh waktu 15 persen
- Mendapat promosi di pekerjaan utama berkat side hustle 14 persen
Menariknya, tempat kerja mulai menangkap sinyal ini. Sebanyak 39 persen responden mengatakan pemberi kerja mereka mendukung atau bahkan mendorong adanya proyek sampingan selama tetap transparan dan tidak mengganggu kinerja utama.
Semua itu bermuara pada definisi baru tentang kesuksesan. Masa depan kerja bukan lagi soal memilih antara passion dan profesi. Ini tentang merancang kehidupan yang memberi ruang bagi keduanya. Sebanyak 65 persen responden menyatakan bersedia meninggalkan pekerjaan penuh waktu jika kerja sampingan mereka bisa menopang hidup. Sementara itu, 28 persen justru memilih mempertahankan keduanya demi variasi dan keseimbangan.










