AI Datang Mengguncang Tapi Manusia Tetap Inti Inovasi

McKinsey Global Institute memperkirakan artificial intelligence (AI) bisa menyumbang hingga $25,6 triliun ke ekonomi global setiap tahun, terutama dari AI generatif. Tapi teknologi saja tidak cukup. Gina Vargiu-Breuer, chief people officer, SAP, mengungkapkan bahwa di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan buatan, manusia tetap menjadi inti dari inovasi. Kesuksesan bergantung pada bagaimana manusia dan organisasi beradaptasi dalam perubahan ini. Ini menjadikan keterampilan, teknologi, dan budaya sebagai kunci transformasi yang berkelanjutan.

Keterampilan kini menjadi “aset baru” di era AI. Organisasi harus fokus pada pengembangan kemampuan karyawan, mulai dari perekrutan hingga pengembangan karier. Dengan pendekatan berbasis keterampilan, perusahaan dapat berinovasi lebih cepat dan menciptakan lingkungan kerja yang fleksibel. Program pelatihan berbasis AI, misalnya, memungkinkan setiap individu berkembang sesuai potensinya.

Namun, teknologi tidak akan optimal tanpa budaya organisasi yang kuat. Di tengah tantangan global, budaya adaptif memberikan arahan bagi tim untuk tetap kolaboratif dan inovatif. Pemimpin memainkan peran besar dengan membangun lingkungan kerja yang inklusif, memotivasi, dan memastikan semua orang merasa terhubung pada visi yang sama.

Di sisi lain, AI dan big data membuka peluang baru dalam pengelolaan tenaga kerja. Perusahaan kini dapat memahami kebutuhan karyawan secara real-time, mengisi kesenjangan keterampilan, dan membuat keputusan yang lebih cerdas. Transparansi ini memastikan mobilitas talenta yang adil dan mendukung strategi bisnis yang kompetitif.

Akhirnya, keberhasilan di era AI bukan hanya soal teknologi, tapi bagaimana teknologi itu memperkuat manusia. Saat keterampilan, teknologi, dan budaya berjalan bersama, kita menciptakan masa depan yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Masa depan ini bukan hanya soal mesin, tapi tentang manusia sebagai pusat dari semuanya.