
(Source: Microsoft)
Indonesia, sebagai negara kepulauan yang rentan, menghadapi tantangan serius akibat perubahan iklim. Fenomena cuaca ekstrem dan bencana alam kian sering terjadi, menuntut adanya solusi inovatif untuk meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan. Dalam konteks ini, teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) mulai dilirik potensinya sebagai instrumen penting dalam menghadapi krisis ini dan membangun masa depan yang lebih tangguh.
Realita tantangan iklim ini diperkuat data yang menunjukkan Indonesia termasuk dalam jajaran negara dengan risiko iklim tertinggi di dunia. Implikasinya terasa nyata, mulai dari ribuan kejadian tanah longsor setiap tahun yang mengancam keselamatan, hingga dampak signifikan pada sektor pertanian yang menjadi penopang ekonomi nasional. Kondisi ini pada akhirnya turut memicu meningkatnya isu ketidakamanan pangan, menjadikan swasembada pangan dan pelestarian lingkungan sebagai prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional.
kecerdasan buatan (AI) muncul sebagai teknologi kunci yang dapat mendorong upaya keberlanjutan di berbagai sektor. AI menawarkan kemampuan untuk memprediksi cuaca ekstrem, mengelola sumber daya alam secara lebih efisien, hingga mempercepat penemuan solusi ramah lingkungan. Dengan populasi besar dan semangat inovasi yang tinggi, Indonesia memiliki potensi signifikan untuk memanfaatkan AI dalam meningkatkan resiliensi terhadap perubahan iklim dan masalah modern lainnya.
Untuk memaksimalkan potensi ini, berbagai inisiatif kolaboratif pun digulirkan. Salah satunya adalah program elevAIte Indonesia yang diinisiasi oleh Microsoft bersama Kementerian Komunikasi dan Digital dan mitra lainnya. Program ini bertujuan membekali satu juta talenta Indonesia dengan keterampilan dasar AI agar mereka mampu menciptakan solusi relevan untuk tantangan di komunitas masing-masing, termasuk krisis iklim dan ketahanan pangan. Program ini mendorong peserta dari beragam latar belakang untuk mengembangkan solusi berkelanjutan dan akan menggelar hackathon nasional yang fokus pada isu-isu nasional, dengan penekanan pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Penerapan AI secara nyata untuk mendukung ketahanan iklim dan keberlanjutan terlihat dari berbagai proyek yang lahir. Salah satu contohnya adalah proyek G-Connect yang digagas oleh tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada di Wonogiri, daerah yang rentan terhadap bencana tanah longsor. Tim ini mengembangkan sistem mitigasi bencana berbasis AI dengan memasang lebih dari tiga puluh sensor tanah di titik-titik rawan. Data pergerakan tanah dari sensor ini dikirim dan divisualisasikan melalui platform digital yang mudah dipahami, berfungsi sebagai sistem peringatan dini untuk memantau kondisi tanah.
Data pergerakan tanah tersebut ditampilkan dalam bentuk visual sederhana di lokasi publik seperti kantor desa dan sekolah, sehingga masyarakat dapat belajar membaca pola grafik untuk mendeteksi tanda bahaya. Sistem peringatan dini yang dikembangkan bersifat berbasis komunitas; informasi disebar melalui relawan dan media komunikasi lokal. Setiap rumah pun diberi penanda warna sesuai tingkat risiko untuk memudahkan evakuasi.
Keefektifan sistem ini terbukti, seperti yang dituturkan Mardhani Riasetiawan, Ketua Tim G-Connect: “Waktu itu pernah 33 sensor kami terkubur karena longsor. Tapi justru itu bukti bahwa sistemnya bekerja. Bahkan, pernah ada warga yang sempat mendapat peringatan 7 menit sebelum longsor, dan itu menyelamatkan 15 orang.”
Contoh lain datang dari Ester Rosdiana Sinaga, seorang peneliti yang sedang menempuh studi magister di Amerika Serikat. Tumbuh di keluarga petani di Sumatra Utara yang terdampak perubahan iklim, Ester memiliki ketertarikan kuat pada pertanian berkelanjutan dan konservasi tanaman. Dalam risetnya yang mencakup analisis tanaman tahan iklim dan aspek sosial dalam pertanian, Ester memanfaatkan AI sebagai pendamping atau ‘co-pilot’ untuk membantu pemecahan masalah teknis saat coding, mempercepat proses analisis data genetika, membuat visualisasi, dan menyusun materi presentasi, menunjukkan fungsi AI dalam mendukung riset.
Ester melihat potensi luar biasa fungsi AI untuk sektor pertanian di Indonesia, dari penggunaan sensor tanah, drone monitoring, prediksi cuaca, hingga aplikasi diagnosis penyakit tanaman. Menurutnya, Teknologi ini dapat membantu petani menghemat waktu dan sumber daya yang selama ini terbuang karena kesalahan diagnosis atau metode tradisional yang kurang relevan, sehingga meningkatkan kepastian panen. Kisah inspiratif seperti G-Connect dan Ester Sinaga merupakan bukti nyata bagaimana pembekalan keterampilan AI melalui program seperti elevAIte Indonesia memungkinkan individu dan komunitas menciptakan solusi aplikatif untuk isu-isu nasional, mendorong lebih banyak “changemakers” dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih tangguh dan berkelanjutan.









